[Valid RSS]

Rindu dan Benci Polisi Kita

Oleh Danang Agung: Anggota Kahmi Balikpapan

KabarIkn.com - Polisi Republik Indonesia (Polri) memasuki usia 78 tahun. Usia yang serupa dengan Republik ini. Perjalanan sebuah institusi yang bukan muda lagi, namun sudah matang dan penuh dengan pengalaman dan berbagi macam tantangan.

Agung nian Motto Polri yang berbunyi Rastra Sewakottama yang berarti "Pelayan utama Bangsa". Hal itu berarti memang sosok Polisi hadir untuk melayani bangsa ini. Jiwa melayani Polisi harusnya sejak awal sudah terbentuk sebagai bukti pengabdian bagi negara ini.

Secara ideal tugas Polisi memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, Menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat sehingga masyarakat bisa hidup tenang, tentram, tertib dan damai.

Tugas Polisi itulah sepatutnya menjadi dambaan masyarakat Indonesia. Sehingga, jika tupoksi Polri tersebut dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan, tak perlu lagi Polri bersusah payah untuk terus membangun citra dirinya.

Citra Polri dengan sendirinya akan terus melekat dihati masyarakat, sebagai institusi, pengayoman dan pelayanan masyarakat. 

Sayang, saat ini citra Polri sedang dalam titik nadir. Beberapa peristiwa tindak kejahatan malah melibatkan oknum Polisi sebagai pelakunya. Masih menjadi ingatan jelas bagi masyarakat, peristiwa rekayasa tembak menembak yang dibuat Ferdy Sambo. Seorang perwira Polri bintang dua yang seharus menjadi contoh bagi seluruh jajaran Polisi malah menjadi otak pelaku atas meninggalnya Brigadir Joshua Hutabarat ditangannya. Ironisnya, skenario kebohongan diciptakan untuk menutupi peristiwa tersebut. 

Terkait penanganan peredaran Narkoba, ternyata ada beberapa oknum Polisi malah menjadi beking dan terlibat jauh didalamnya. Salah satunya Irjen Teddy Minahasa diduga malah mengedarkan narkoba. Vonis hukuman seumur hidup telah diketok hakim untuknya. Padahal sebelumnya tuntutan hukuman mati yang jadi ancamannya. 

Bukan itu saja, bau busuk terkait beking perjudian dan tambang illegal illegal masih riuh kita dengar. Seolah-olah Polri kita tak ada bagus -bagusnya dimata masyarakat. Keberadaan Polisi saat ini seoalah-olah menjadi momok yang menjadi virus bagi bangsa ini.

Ditambah lagi, kasus Vina yang saat ini kian hangat dalam perhatian publik, menjadi tantangan buat Polri secara profesional mengungkapnya. Kasus yang seharusnya mudah dikuak buat institusi seragam coklat ini, malah menjadi blunder akibat ketidak profesionalan polisi yang sejak awal diduga merekayasa para pelaku. 

Pelaku yang tidak bersalah malah mendapatkan hukuman yang tak ringan. Sedangkan pelaku sebenarnya entah siapa belum dapat diungkapkan. Malah saat ini beberapa oknum Polisi diminta untuk diperiksa atas pemeriksaan mereka yang gegabah pada pihak yang diduga tak bersalah.

Semua peristiwa negatif tersebut harusnya membuat Polri harus berbenah secara serius. Mengambil pelajaran berharga agar Polri kembali kepada tujuan utama sebagai sosok Rastra Sewakottama atau pelayan utama bangsa. 

Beberapa upaya memperbaiki citra polisi ditengah-tengah derasnya kritikan sudah banyak dilakukan, diantaranya secara konsisten tanpa diskriminasi, diterapkannya penjatuhan sanksi tegas kepada anggota Polri yang melakukan pelanggaran, sehingga diharapkan dapat menimbulkan efek jera.

Namun sayang hal itu kadang masih jauh panggang dari api. Kita masih dipertontonkan dengan polah dan prilaku Polisi yang jauh dari nilai-nilai Tribrata Polri.

Bangsa ini pernah memiliki sosok polisi berpangkat jendral yakni Hoegeng Iman Santoso. Menapak karir polisi dari bawah hingga menjadi Kapolri ke-5 periode 1968-1971. Dia begitu hidup sederhana sebagai pejabat negara. 

Teladan Jenderal Hoegeng bukan hanya soal kejujuran dan antikorupsi. Hoegeng juga sangat peduli pada masyarakat dan anak buahnya. Saat sudah menjadi Kapolri dengan pangkat Jenderal berbintang empat, Hoegeng masih turun tangan mengatur lalu lintas di perempatan

Usia 78 tahun Polri harusnya mengembalikan Polisi kepada semangat tauladan Hoegeng. Menjadikan institusi Polri sebagai Lembaga yang dirindukan masyarakat untuk mencari perlindungan, keamanan yang mengayomi. 

Namun kerinduan itu malah berubah menjadi kebencian dan ketidakpercayaan pada institusi Polri. Dimana masyarakat apatis, bahkan dimedia sosial netizen sempat berkelakar ada dan tidak adanya Polisi bagi bangsa ini tak penting. Jika pemikiran ini dibiarkan bersemayang lama dihati masyarakat, dipastikan bangsa ini akan kian terpuruk. 

Karenanya, Polri harus merespon dengan keseriusan berbenah dan bersih-bersih ditubuhnya. Membuka ruang koreksi perbaikan dari manapun datangnya. 

Selamat HUT Polri ke 78, kembalilah kepada khitahmu sebegai Rastra Sewakottama yakni Pelayan Utama Bangsa.