[Valid RSS]

Akselerasi Selat Makassar Sebagai Jalur Ruang Laut Utama

Oleh: Capt. Masdar Pante, M.Mar 

Kabarikn.com,Balikpapan-Terbitnya Peraturan presiden (Perpres) tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah (RZ KAW) Laut Jawa, Laut Sulawesi, dan Teluk Tomini di Sulawesi yang diundangkan 5 Januari 2022, lalu. 

Patut kita apresiasi langkah pemerintah terhadap pembangunan kelautan di kawasan Indonesia.

Dengan adanya Perpres RZ KAW dapat mengotpimalkan pemanfaatan ruang laut, termausk  keamanan operasional kabel bawah laut yang saat ini menjadi tulang punggung jaringan akses internet Indonesia untuk mendukung kegiatan ekonomi digital yang juga menjadi program prioritas pemerintah.

Sebelumnya, General Manager (GM) Pertamina Hulu Energi ONWJ, Achmad Agus Miftakhurohman menyampaikan, rencana Zonasi KAW sangat membantu kami menunjang seluruh operasi perusahaan, dunia perminyakan, baik untuk kegiatan ekplorasi, kegiatan operasional  existing, pegembangan lapangan dan juga kegiatan pascaoperasi.

Kawasan laut yang kita miliki, bukan hanya terkait dengan jalur laut, akan tetapi disana ada ruang laut sebagai akses asset negara dalam pembangunan, terkait kelautan.

Penting juga, kelancaran operasional perusahaan, terutama dalam hal pengiriman barang dari lokasi produksi ke konsumen, baik tujuan domestik maupun ekspor. 

Disisi lain, perusahaan ini juga berharap agar terjadi harmoniasasi di antara beberapa peraturan terkait operasional perusahaan. 

Harapan kita adanya harmonisasi aturan antara berbagai sektor, seperti Kementerian ESDM, KKP (Kementerian Kelautan dan perikanan) dan juga Kementerian Perhubungan untuk sarana tranportasi laut.

Adanya tuntutan harmonisasi dan singkronisasi antar berbagai lembaga/kementerian atau dengan peraturan-peraturan sebelumnya, menjadi penting dalam pembangunan sektor perikanan dan maritim. 

Dan memastikan rencana yang disusun berjalan sesuai dengan yang telah ditetapkan.

Sehingga perlu dilakukan pembahasan lintas kementerian untuk mencari solusi bersama dalam menyelesaikan masalah atau kebijakan yang belum dapat diimplementasikan sesuai aturan yang berlaku.

Sementara baru-baru ini, Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Victor G Manoppo mengatakan, salah satu fungsi rencana zonasi adalah sebagai acuan penerbitan kesesuain kegiatan pemanfaatan ruang sebagai prasyarat dasar perijinan berusaha di laut.

“Karenanya penyusunan rencana zonasi menjadi sangat urgent dan sangat prioritas.”

Dalam Perpres RZ KAW juga mengatur kawasan konservasi dan kawasan pemanfaatan umum di wilayah perairan. Sebagai contoh dalam Perpres Nomor 3 Tahun 2022 tentang Rencana Zona Kawasan Antarwilayah Laut Jawa, ditetapkan kawasan konservasi di perairan pesisir seluas 1,6 juta hektare, dan kawasan pemanfaatan umum seluas 12,8 juta ha. Untuk ruang laut di luar perairan pesisir (di atas 12 mil diukur dari garis pantai), dialokasikan untuk kegiatan pemanfaatan umum seluas 39,9 juta ha dan untuk fungsi konservasi seluas 609,2 ribu ha.

Saat ini sudah ada empat Perpres tentang RZ KAW. Salah satunya terbit pada 2020, yakni Perpres Nomor 83 Tahun 2020 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Selat Makassar. “Dari 12 RZ KAW yang ditargetkan, sebanyak empat aturan berupa Peraturan Presiden Republik Indonesia sudah berhasil ditetapkan dan diterbitkan yaitu RZ KAW Selat Makassar, Laut Jawa, Laut Sulawesi, dan Teluk Tomini. 

Sementara, tiga aturan lagi saat ini masih dalam proses penyusunan dan didorong untuk bisa segera diselesaikan dan ditetapkan.

Maka itu, peran dan fungsi Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah (RZ KAW) menjadi sangat penting dalam pengaturan dan pemanfaatan ruang laut di Indonesia.

Salah satunya, adalah untuk kepentingan pertumbuhan investasi dengan mengadopsi prinsip ekonomi biru.

Pentingnya kehadiran Perpres tentang RZ KAW, karena itu bisa berperan sebagai prasyarat untuk penerbitan izin berusaha di ruang laut bagi para pelaku usaha. 

Prasyarat yang dimaksud, adalah Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) yang diterbitkan Menteri Kelautan dan Perikanan.

Sedikitnya terdapat 12 rencana zonasi yang ditargetkan bisa selesai pada 2024, sebanyak empat sudah diterbitkan saat ini, adalah Perpres RI Nomor 83 Tahun 2020 tentang RZ KAW Selat Makassar, Perpres Nomor 3 Tahun 2022 tentang RZ KAW Laut Jawa, Perpres Nomor 4 Tahun 2022 tentang RZ KAW Laut Sulawesi, dan Perpres Nomor 5 Tahun 2022 tentang RZ KAW Teluk Tomini.

Selat Makassar

Pelayaran lintas Selat Makassar dengan fokus perkembangan jaringan pelaut Mandar dalam era revolusi (1946-1950). 

Orientasi pelayaran pelaut Mandar awal revolusi bersifat politik untuk mendukung perjuangan mempertahankan kemerdekaan pada Jalur Selatan (Selat Makassar, Laut Jawa, dan Selat Madura). 

Pemerintah kolonial semakin kuat menjalankan monopoli pelayaran pantai dan perdagangan dengan mengoperasikan kapal Maskapai Kapal Selebes Selatan (MKSS) untuk membatasi pelaut Mandar mengunjungi pelabuhan-pelabuhan di Nusantara. 

Menyikapi kebijakan kolonial, pelaut Mandar mengubah kegiatan perdagangan mereka ke Jalur Utara (Selat Makassar dan Laut Sulawesi) terutama ke Tawao dan Kepulauan Sulu. Jalur yang terakhir mengantar pelaut Mandar terkoneksi dengan jaringan ekonomi global Asia Tenggara.

Sedikit melihat sejarah ini, menjadikan Selat Makassar sebagai jalur laut penting saat ini, setelah perairan Selat Malaka dan Selat Singapura merupakan salah satu kawasan terpenting jalur laut di Kawasan Asia Tenggara. 

Memiliki kawasan sepanjang 550 mil laut ini merupakan salah satu jalur laut sempit namun banyak dilalui ribuan kapal dari berbagai negara setiap tahunnya. Kondisi ini memungkinkan Selat Makassar sebagai jalur alternatif dan menjadi jalu laut utama nantinya.

Bahwa dari data yang ada Kementerian Perhubungan terdapat sekitar 70 sampai dengan  80 ribu kapal pertahun  baik itu kapal kargo maupun kapal tanker yang berlayar melintasi Selat ini.

Melihat padatnya kondisi jalur pelayaran di selat tersebut tentunya juga rawan terhadap kecelakaan di laut. 

Kondisi ini menjadikan pemanduan di wilayah Selat Malaka dan Selat Singapura menjadi sangat penting terutama dalam menjamin keselamatan pelayaran bagi kapal-kapal yang berlayar.

"Begitu pentingnya keselamatan pelayaran di Selat Malaka dan singapura, pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura dibahas khusus oleh tiga negara, Indonesia, Malaysia dan Singapura dalam forum Tripartite Technical Expert Group (TTEG) yang diselenggarakan tiap tahun," kata Tonny, Dirjen Kementerian Perhubungan, belum lama ini.

Kondisi ini juga dalam pemanduan yang berdasar Undang-Undang Nomor. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran/ wilayah perairan Indonesia terbagi menjadi dua jenis pemanduan, yakni, Perairan Wajib Pandu dan Perairan Pandu Luar Biasa. 

Perairan Wajib Pandu merupakan wilayah perairan yang karena kondisinya wajib dilakukan pemanduan bagi kapal berukuran GT 500 (lima ratus Gross Tonnage) atau lebih. Sedangkan Perairan Pandu Luar Biasa (voluntary pilotage services) merupakan suatu wilayah perairan yang karena kondisi perairannya tidak wajib dilakukan pemanduan tetapi apabila Nakhoda memerlukan dapat mengajukan permintaan jasa pemanduan.

Adapun Perairan Selat Malaka dan Selat Singapura merupakan salah satu perairan Perairan Pandu Luar Biasa (voluntary pilotage services).

Dalam kondisi seperti ini, kesiapan pemanduan harus memperkuat keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim di perairan teritorial Indonesia, karena Selat Malaka dan Selat Singapura memiliki peran yang sangat penting berkaitan dengan pelayaran internasional dan ini juga menjadi fokus perhatian dari International Maritime Organization (IMO).

Dengan demikian keselamatan dan keamanan pelayaran bagi kapal-kapal yang berlayar di wilayah ini, dapat lebih terjamin sehingga pada gilirannya akan menunjang perkembangan perekonomian secara nasional dan meningkatkan kepercayaan dunia internasional bagi bangsa Indonesia.

Dalam pelaksanaan  pelayanan pemanduan secara professional dan kompetetif dengan menyiapkan tenaga pandu yang professional/ kapal pandu serta kapal tunda guna pelayanan pemanduan bagi kapal-kapal, sehingga terjamin keselamatan pelayarannya.

Dalam konteks tersebut, dinamika dan tantangan pada jalur lalu lintas internasional di wilayah Indonesia, Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), dalam menuju cita‐cita poros maritim dunia. 

Jalur ALKI menjadi representasi dari luasnya wilayah perairan yurisdiksi nasional yang berkaitan erat dengan status Indonesia sebagai sebuah negara maritim. 

Sehingga, memungkinkan akselerasi jalur laut Selat Makassar sebagai jalur lauat utama, setelah Selat Malaka, dinilai padat dan rawan kecelakaan, keutamaan keselamatan transportasi laut menjadi penting dalam pembangunan laut Nusantara.

Memaksimalkan Selat makassar sebagai ALKI II menjadi momen penting dalam pembangunan kepelabuhanan di Makassar-Sulawesi Selatan (Sulsel), peran pemerintah menangkap peluang ini, suatu hal utama dalam pembangunan Kota Makassar sebagai Kota Maritim. 

Kemampuan seorang pemimpin dalam pembangunan perikanan dan kelautan dibutuhkan konsep dan strategi, sebagai tujuang pembangunan Kota Makassar yang berintegritas dan berkemajuan dalam kemaritiman. (**)